GURU, PRIBADI YANG PANDAI BERBAGI


Istilah GURU merujuk pada kosa kata khasanah bahasa Jawa, berupakan kependekan dari kata “diguGU lan(dan) ditiRU”. “Digugu” (Jawa) artinya, kata-katanya senantiasa dapat dipercaya, diikuti, dituruti karena mengandung kebenaran dan kejujuran, bebas dari kebohongan dan ketidak-benaran. Dengan kata lain, guru adalah sosok orang yang senantiasa jujur dan benar. “Ditiru” (Jawa) artinya segala perilakunya senantiasa pantas menjadi teladan sehingga setiap orang tidak meragukan lagi untuk meniru perilakunya. Dengan kata lain, guru adalah sosok yang perilakunya senantiasa benar, lurus dan sesuai dengan apa yang dikatakannya. Sungguh, demikian indah dan ideal makna kata GURU, selaras dengan sifat Rasulullah SAW, yaitu SIDDIQ, AMANAH, TABLIGH, FATHONAH, karena memang Rasulullah SAW adalah guru sejati meskipun tanpa gelar-gelar pendidikan formal yang berderet, hanya satu gelar yang sangat agung dimilikinya yaitu Al Amiin. Itulah gelar abadi dan tertinggi milik Rasulullah Muhammad SAW. Maka pantaslah kita meneladaninya.
Dalam pandangan penulis, salah satu sisi yang ingin penulis ungkap adalah makna GURU. Menurut penulis, guru juga  merupakan sosok pribadi yang memiliki kemampuan untuk “berbagi” (sharing). Kemampuan berbagi apa saja, termasuk ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada siapapun di sekitarnya. Maka siapapun yang memiliki kemampuan, kebiasaan, kesukaan, “berbagi”, penulis menyebutnya sebagai sosok atau figur guru. Boleh jadi mereka adalah bukan alumni pendidikan tinggi dalam bidang pendidikan guru, tidak memiliki gelar kependidikan (S.Pd. atau M.Pd.), bahkan mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi di bidang pendidikan guru, tetapi mereka memiliki sifat-sifat, karakter, hal-hal yang penulis sebutkan di atas, maka penulis dapat menyebutnya sebagai seorang sosok atau figur guru, sebaliknya banyak di antara mereka yang alumni pendidikan tinggi dalam bidang pendidikan namun tidak memahami dan menghayati status dan profesinya sebagai guru, sehingga terlalu sulit untuk menyebutnya sebagai sosok atau figure guru.
Kemampuan berbagi, mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki sifat kasih sayang, ingin bersama merasakan kebahagiaan, kegembiraan, kesenangan, kebersamaan dalam segala situasi, bersama memecahkan permasalah kehidupan. Orang yang mampu berbagi juga mengindikasikan sebagai orang yang tidak egois, memiliki kepedulian kepada orang lain disekitarnya, toleran, tidak iri/dengki melihat keberhasilan orang lain, tetapi justru senang, bangga dan bahagia melihat orang lain mencapai kesuksesan terlebih kesuksesan tersebut tercapai karena sebagian dari perannya. Orang yang mampu berbagi juga mengindikasikan ia mempunyai keyakinan bahwa semua apa yang dimiliki, hakikatnya bukan miliknya pribadi, melainkan ada bagian hak orang lain, sehingga ketika (ilmu pengetahuan, harta) itu dibagikan kepada orang lain, ia tidak merasa khawatir akan berkurang atau habis, melainkan sebaliknya yakin ilmu pengetahuan atau hartanya justru akan bertambah, selain memperoleh pahala dari Allah SWT.
Dari berbagi inilah, guru akan menciptakan efek perubahan pada orang lain di sekitarnya (melalui siswa-siswanya) secara berkesinambungan dari perubahan-perubahan kecil dalam ruang lingkup yang tidak terbatas dan waktu yang tidak terhingga. Konsep berbagi yang penulis uraikan ini, juga terinspirasi dari sebuah hadits Rasulullah SAW yang artinya, “sampaikanlah walaupun satu ayat”. Menurut penulis, meskipun sedikit yang kita ketahui, yang kita miliki, dianggap kecil nilainya, maka sampaikanlah, berbagilah, itu lebih baik dari pada memiliki banyak tetapi tak sedikitpun memberi manfaat, kemashlahatan pada lingkungannya dikarenakan tidak berbagi.
Maka dalam konsep berbagi, tidak ada istilah guru adalah orang yang lebih pandai atau lebih tahu dari pada siswanya. Tidak ada hubungan superior-inferior, bukan hubungan antara orang yang diperintah dengan orang yang memerintah. Kedudukan guru sebagai fasilitator, inspirator, dan juga motivator bagi siswanya. Guru sebagai fasilitator karena guru memfasilitasi kebutuhan siswa akan informasi menuju jalan untuk memperoleh keberhasilan, sebagai inspirator karena guru menjadi sumber inspirasi bagi siswanya dalam menentukan langkah-langkah bagi masa depannya serta sebagai motivator karena guru memberikan dorongan atau motivasi kepada siswanya sehingga siswa mampu melangkah secara mandiri dalam pembelajaran hingga mencapai keberhasilan baik jangka pendek dalam proses pembelajaran maupun keberhasilan dalam jangka panjang yakni keberhasilan di masa depannya.
Dalam konsep berbagi, guru tidak merasa kehilangan harga diri manakala ada siswa yang mengkritik atau bahkan menemukan kesalahan nyata pada diri guru. Akan tetapi guru secara  sadar akan menerima kritikan dan mengakui akan kekurangan atau kesalahan yang ada pada dirinya. Hal ini karena guru tersebut menyadari peran dirinya bukan sebagai pihak yang mentrasfer ilmu pengetahuan semata-mata, akan tetapi memiliki peran yang sangat kompleks sebagaimana diuraikan pada paragraph terdahulu. Dengan demikian guru memahami bahwa merupakan hal yang wajar bila dirinya ada kekurangan bahkan kesalahan dalam perannya. Maka dari itu, guru yang sangat menyadari peran dirinya, tidak akan terjadi guru memarahi siswanya hanya karena kritikan, tidak mau menyadari kesalahannya, merasa harga dirinya dilecehkan, dan sebagainya. Karena bila hal ini terjadi, maka sangat menyesatkan peserta didik, kesalahan yang sama akan terjadi pada diri peserta didik/siswa hingga masa yang akan datang, kecuali siswa yang memiliki tingkat kekritisan  memadai,  maka akan mencari referensi lain yang dapat diterima secara rasional. Guru dapat menjadi sosok pribadi penunjuk arah yang benar bagi siswanya dalam proses menuju masa depannya, tetapi juga menjadi sumber kesesatan yang fatal bila guru tidak memahami dan menghayati peran dan fungsinya secara benar. Maka dengan konsep berbagi, menempatkan sosok guru pada tempat, posisi yang proporsional sebagai fasilitator, inspirator dan motivator bagi siswa, bukan sebagai pihak yang superior atas siswanya.
Konsep berbagi dalam Islam telah jelas dalam syariatnya, antara lain dalam syariat zakat (QS.51:19) dan anjuran berinfaq di jalan Allah (QS.2:261)
19. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.(QS.Adz-Dzaariyaat, 51:19).
261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.Al Baqarah, 2:261).  
[166].Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Apapun yang kita miliki, hakikatnya tidak seluruhnya milik kita, ada sebagian hak untuk orang lain, bahkan selebihnya pun bukan milik kita, tetapi amanah atau titipan dari Allah SWT yang harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Karena itu dalam kepemilikan ilmu pengetahuan, tentunya selayaknya juga berbagi karena hakikatnya ilmu pengetahuan yang kita miliki adalah dari Allah SWT, bukan semata-mata hasil usaha dan jerih payah kita saja, tetapi ada campur tangan dari Allah SWT yang membuat kita berilmu. Kemudian, apapun dan seberapapun yang kita bagi,  kita infaqkan, maka yakinlah akan mendapat ganjaran yang berlipat ganda, termasuk ilmu pengetahuan yang bermanfaat bila kita mau berbagi, tentunya manfaatnya akan sangat luas dan ganjaran/pahala dari Allah SWT pun akan berlipat ganda. Tidak perlu khawatir ilmu kita berkurang, justru Insya Allah ilmu kita akan semakin banyak.
Demikianlah makna guru sebagai pribadi yang pandai berbagi. Semoga konsep yang penulis uraikan dapat memperbaharui semangat kita sebagai penyandang predikat profesi guru, dapat memotivasi kita para professional guru untuk terus berupaya menuju sosok  pribadi guru yang benar-benar bisa “digugu dan ditiru”, selaras dengan konsep pendidikan sepanjang hayat  (belajar sepanjang hayat & mengajar sepanjang hayat). Menuntut ilmu itu dari buaian hingga ke liang lahat/kubur. Menjadi tugas utama pelajar/siswa untuk menuntut ilmu, demikian juga guru juga harus terus menuntut ilmu. Belajar dan terus belajar. #2012.04



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOP (Standard Operation Procedure)

AKU BANGGA MENJADI GURU