MENJALANI PROFESI GURU SEBAGAI WAHANA AKTUALISASI DIRI

Setiap orang pasti mempunyai idealisme, cita-cita, keinginan membuat sesuatu yang lebih, yang belum ada, yang tidak dilakukan orang, dan sebagainya. Setiap orang pasti memiliki daya pikir, daya cipta, daya kreasi, daya imajinasi, dan segala daya yang semuanya ingin diekspresikan, ditampilkan, dikeluarkan dari ruang pikir dan ruang hati yang luasnya tak terhingga.


Manakala semua idealisme itu dapat teraktualisasikan, maka bergembiralah hatinya, senanglah dirinya, karena seolah karya ciptanya dapat terwujud dengan nyata, yang semula dalam dunia imajinasi telah berhasil ditransfer ke perwujudan nyata, bahkan dapat dilihat, dinikmati, dimanfaatkan oleh orang lain.


Tetapi manakala idealisme tersebut tidak dapat teraktualisasikan, maka menjadi sesaklah dadanya, seolah ada sesuatu yang tak terpenuhi. Bagaikan ketika kita sedang lapar tetapi tidak dapat kita temukan makanan untuk dimakan, sehingga menjadi bingunglah kita, tak berarti segala yang ada di sekelilingnya.


Melalui profesi guru, kita dapat berekspresi bebas, mengaktualisasikan apa yang ada dalam ruang hati dan ruang pikir kita semaksimal. Idealisme kita dapat kita transfer ke peserta didik, ke orang lain, siapapun yang membutuhkan. Daya cipta dan kreasi dapat kita salurkan secara sistemik. Hal demikian juga merupakan suatu proses transformasi budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Maka pendidikan mutlak bagi suatu bangsa, dan guru mutlak adanya untuk menggerakkan proses tersebut. Jika tanpa guru, maka tak ada pendidikan, jika tak ada pendidikan maka tak ada sejarah bangsa.


Jangan menyesal menjadi guru, meskipun secara materia (gaji) tak sebesar profesi lain. Tetapi, hakikatnya, menjadi guru bukan sebatas mengejar kebutuhan materi untuk hidup secara fisik, tetapi juga untuk mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yaitu aktualisasi diri, kesinambungan generasi dan budaya yang menyertainya. Hal itu lebih substansial dari pada sekedar untuk mengejar materi demi memenuhi kebutuhan dasar (makan, sandang, papan).


Masih ingat, dalam teori Maslow, bahwa tingkat kebutuhan yang terendah adalah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan tertinggi adalah aktualisasi diri.


Dalam menjalani profesi guru, maka akan lebih tragis bila kita tidak dapat mengekspresikan idealisme kita kepada peserta didik, dari pada kita tidak dapat makan sehari. Lebih merasa sedih bila kita tidak dapat mentransfer budaya kepada peserta didik dari pada kita tidak dapat mencari uang sehari.


Biarlah orang memandang sebelah mata profesi guru, akan tetapi menjadi guru bukan untuk mendapat pujian, sanjungan dan penghargaan dari siapapun kecuali demi kelangsungan, kesinambungan generasi bangsa, peradaban bangsa.


Melalui profesi guru, kita dapat berekspresi bebas, beraktualisasi diri secara maksimal. Ide, gagasan, karya cipta, karya pikir, perilaku, dan segalanya dapat kita tuangkan, kita ekspresikan, kita sebarkan, kita ajarkan, kita tanamkan kepada peserta didik. Tentunya semua hal itu yang memuat segi kemashlahatan bagi semua dan bukan ideologi yang sesat, pemikiran yang sesat dan sejenisnya. Semua itu demi kemajuan peradaban manusia.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOP (Standard Operation Procedure)

AKU BANGGA MENJADI GURU