DISHARMONI ORGANISASI, EFEK DARI KEBEKUAN KOMUNIKASI
Kita tentu tidak asing dengan kehidupan berorganisasi, di berbagai model organisasi. Konflik menjadi suatu keniscayaan dalam sebuah organisasi. Kadang konflik terbuka, konfrontasi, bertengkar, bahkan berkelahi pun bisa terjadi dalam sebuah organisasi. Di suatu saat lain konflik berlangsung laten, tersembunyi, karena setiap anggota organisasi merasa tidak nyaman untuk membuka konflik, akan tetapi hal seperti ini akan memunculkan fenomena gunung es. Nampaknya tidak ada konflik atau ada konflik tetapi kecil, padahal di bawah permukaan air, gunung es masalah konflik bisa 1000 kali lebih besar dan terus akan membesar dan beku. Akan semakin sulit dipecahkan, karena telah dibiarkan lama.
Sebuah terobosan harus dilakukan dengan segala keberanian dan kekuatan, disertai kesiapan mental untuk menghadapi efek pahit sementara. Karena tentu akan ada dari setiap orang anggota organisasi merasa tersinggung, teraniaya, ter-telanjangi, dan segala bentuk 'pembongkaran' kebusukan-kebusukan, kecurangan-kecurangan yang disembunyikan. Semua anggota harus siap untuk membuka baju secara keseluruhan untuk membongkar bangunan yang berantakan. Kembali dari zero (nol) dengan iklim keterbukaan.
Biasa terjadi antara pemimpin organisasi dengan anggota ada kesenjangan komunikasi. Pemimpin menuntut bawahan melakukan tugas pokok dan fungsi secara bertanggung jawab dan tuntas. Di sisi lain, bawahan menaruh curiga atas sikap-sikap pemimpinnya. Partisipasi anggota/bawahan kurang signifikan dalam menggerakkan organisasi. Akhirnya, kebekuan komunikasi terjadi dan terus terjadi dari waktu ke waktu.
Salah satu alternatif pemecah kebekuan komunikasi, disharominasi organisasi adalah membongkar segala kebekuan dengan segala kepahitan yang akan dirasakan semua anggota organisasi atau dengan secara bersama mencoba menerapkan manajemen terbuka (open management) dan manajemen partisipatif. Bahwa antara pemimpin organisasi dan bawahan secara status adalah sama, dibedakan pada tanggung jawabnya. Maka bila pemimpin organisasi mau dan mampu menerapkan pola manajemen terbuka dan manajemen partisipatif, dengan konsekuensi harus banyak mendengar dari pada berbicara, maka kemungkinan kebekuan komunikasi akan dapat diminimalisir.
bersambung.
Kita tentu tidak asing dengan kehidupan berorganisasi, di berbagai model organisasi. Konflik menjadi suatu keniscayaan dalam sebuah organisasi. Kadang konflik terbuka, konfrontasi, bertengkar, bahkan berkelahi pun bisa terjadi dalam sebuah organisasi. Di suatu saat lain konflik berlangsung laten, tersembunyi, karena setiap anggota organisasi merasa tidak nyaman untuk membuka konflik, akan tetapi hal seperti ini akan memunculkan fenomena gunung es. Nampaknya tidak ada konflik atau ada konflik tetapi kecil, padahal di bawah permukaan air, gunung es masalah konflik bisa 1000 kali lebih besar dan terus akan membesar dan beku. Akan semakin sulit dipecahkan, karena telah dibiarkan lama.
Sebuah terobosan harus dilakukan dengan segala keberanian dan kekuatan, disertai kesiapan mental untuk menghadapi efek pahit sementara. Karena tentu akan ada dari setiap orang anggota organisasi merasa tersinggung, teraniaya, ter-telanjangi, dan segala bentuk 'pembongkaran' kebusukan-kebusukan, kecurangan-kecurangan yang disembunyikan. Semua anggota harus siap untuk membuka baju secara keseluruhan untuk membongkar bangunan yang berantakan. Kembali dari zero (nol) dengan iklim keterbukaan.
Biasa terjadi antara pemimpin organisasi dengan anggota ada kesenjangan komunikasi. Pemimpin menuntut bawahan melakukan tugas pokok dan fungsi secara bertanggung jawab dan tuntas. Di sisi lain, bawahan menaruh curiga atas sikap-sikap pemimpinnya. Partisipasi anggota/bawahan kurang signifikan dalam menggerakkan organisasi. Akhirnya, kebekuan komunikasi terjadi dan terus terjadi dari waktu ke waktu.
Salah satu alternatif pemecah kebekuan komunikasi, disharominasi organisasi adalah membongkar segala kebekuan dengan segala kepahitan yang akan dirasakan semua anggota organisasi atau dengan secara bersama mencoba menerapkan manajemen terbuka (open management) dan manajemen partisipatif. Bahwa antara pemimpin organisasi dan bawahan secara status adalah sama, dibedakan pada tanggung jawabnya. Maka bila pemimpin organisasi mau dan mampu menerapkan pola manajemen terbuka dan manajemen partisipatif, dengan konsekuensi harus banyak mendengar dari pada berbicara, maka kemungkinan kebekuan komunikasi akan dapat diminimalisir.
bersambung.
Komentar