AKU BANGGA MENJADI GURU

Ketika itu, tahun 1992 aku lulus SMA begitu ingin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi. Satu obsesiku yang ingin kuraih dan aku akan sangat bangga adalah bila dapat kuliah di perguruan tinggi negeri semisal UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta, karena memang dekat dari tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Lingkunganku sejak SMA begitu menampakkan persaingan yang seru. Mereka berlomba-lomba untuk akhirnya dapat terpampang foto dan tempat kuliah di papan informasi sekolah. Rasanya bangga bila hal itu terjadi, dilihat banyak orang, di mana aku kuliah.

Tetapi, ternyata bukan hal yang mudah untuk menembus perguruan tinggi negeri seukuran UGM. Hingga aku baru dapat merasakan lulus dalam tes UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) waktu itu istilahnya, pada tahun 1994, itupun bukan di UGM. Tetapi aku bersyukur, dapat menikmati kuliah di perguruan tinggi negeri bersebelahan dengan UGM, yaitu Unversitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang dulu bernama IKIP Negeri.

Memang, apa yang pernah kita inginkan belum tentu akan selalu tercapai. Akan tetapi aku sadar, bahwa yang aku dapatkan ini, yaitu kuliah di UNY, bukanlah kebetulan, tetapi benar-benar aku sadari itu adalah bersumber dari kata hatiku yang sebelumnya tak pernah aku hiraukan. Keinginanku kuliah di UGM ternyata bukan bersumber dari kata hatiku.

Tahun 1994 aku mulai menjalani masa kuliah di UNY. Kala itu, banyak orang masih memandang sebelah mata kuliah di UNY eks IKIP. Kuliah di IKIP atau UNY dianggap hanya bagi orang-orang kelas menengah ke bawah. Termasuk juga banyak orang beranggapan menjadi seorang guru hanya orang-orang yang kelas menengah ke bawah. Memang, rasanya sakit hati jika mendengar orang mengatakan, kuliah di UNY tidak bergengsi. Jadi guru tidak bergengsi. Dan berbagai ungkapan miring lainnya yang intinya masa depan guru tidak menjanjikan.

Tetapi aku berusaha tetap pada kata hatiku, bahwa aku kuliah bukan mencari gengsi, tetapi menuntut ilmu yang kelak dengan ilmu itu aku bisa berbuat apa saja. Dan masa itu aku jalani terus hingga lebih kurang 5 atau 6 tahun aku belajar di UNY. Waktu yang mungkin tergolong amat lama untuk menyelesaikan jenjang S 1. Ya aku sadar, aku orang yang pas-pasan dari segi akademik. Tetapi aku tetap masih bersyukur, tahun 2000 aku dapat lulus dan dengan prestasi yang tidak jelak tetapi juga bukan yang terbaik.

Setelah tahun 2000 lulus dari UNY, mulailah aku melakukan pencarian jati diri, yaitu aku sadar sebagai alumni UNY kependidikan, maka aku akan menjadi seorang guru. Mulailah aku menapaki tugas sebagai guru honor di sebuah SMK Negeri 1 Tanjung pandan, Belitung. Jauh dari tempat aku dilahirkan dan belajar. Namun, aku merasakan kenikmatan tersendiri menjalani perjuangan sebagai seorang guru honor di sebuah pulau (Belitun) yang bagi kebanyakan orang yang tahu, pulau itu jauh di tengah laut Jawa, tepatnya sebelah utara Jakarta atau sebelah timur Palembang, di selat Karimata.

Waktu terus berjalan, ternyata ada perubahan yang aku rasakan, tahun 2003 status ku sebagai guru honor berubah menjadi guru kontrak. Tidak lama kemudian tahun 2004 berubah lagi menjadi guru bantu. Ada harapan segar yang aku peroleh, bahwa dengan guru bantu, pemerintah akan menggangkat menjadi guru CPNS. Ternyata benar, tahun 2005 aku lulus dalam tes CPNS Daerah Kabupaten Belitung. Padahal, sebelumnya aku pernah berjanji, jika dalam 5 tahun aku tidak mengalami perubahan signifikan, aku akan kembali ke kampung halaman di Yogyakarta. Akhirnya dengan diangkat sebagai CPNS tahun2005, niatku kembali ke kampung halaman aku urungkan, hingga saat ini tahun 2008, sejak tahun 2006 aku telah berstatus sebagai PNS Daerah Kabupaten Belitung.

Tak pernah aku menyesali atas kehidupanku sebagai guru, bahkan aku bangga sebagai guru. Meskipun dengan gaji yang tidak besar, juga tidak kurang, aku merasa bersyukur karena aku dapat melakukan seperti apa yang telah dikatakan oleh kata hatiku. Itu yang lebih penting dan membahagiakan aku.

Fakta yang unik, ketika tahun 2005 saat pendaftaran tes CPNS. Aku mengira tidak akan banyak kawan yang mendaftar sesama sarjana pendidikan. Ternyata calon pendaftar begitu banyak, dan yang paling aku heran, kenapa sarjana non pendidikan seperti SE, SH, dan sebagainya yang mereka sebenarnya bukan calon seorang guru, akan tetapi calon eksekutif yang bergengsi, ternyata juga ingin menjadi guru. Sebuah pertanyaan besar muncul dalam hatiku. Kenapa ?

Hingga saat ini aku belum tahu jawabnya. Yang pasti, seolah pekerjaan guru menjadi penyelamat kehidupan mereka yang bertahun-tahun tidak pasti dalam bekerja. Yah, terpaksa menjadi guru karena yang berpeluang saat itu.

Jadi kenapa ketika kuliah begitu berobsesi menjadi seorang sarjana ekonomi, sarjana hukum, dan lain-lain, bahkan kadang melecehkan sarjana pendidikan, tetapi akhirnya terpaksa juga menjadi guru. Apa tidak salah? ndak tahulah aku.

Yang pasti aku sekarang semakin bangga menjadi guru, karena aku menjadi guru bukan karena keterpaksaaan tidak mendapatkan pekerjaan, tetapi karena aku memang telah memilih untuk menjadi guru sejak aku mulai menentukan pilihan akan melanjutkan kuliah di UNY.

Sebuah berkah yang tak terduga lagi, ternyata kehidupan guru, saat ini menjadi perhatian publik terutama tentang bagaimana meningkatkan kesejahteraan guru dan status guru sebagai profesi. Akhirnya sekarang profesi guru menjadi lebih layak dan terhormat di mata publik, tidak lagi dipandang sebelah mata oleh siapapun. Karena, mungkin ketika itu orang lupa, bahwa seorang Soekarno sang pendiri negara Republik ini juga pernah bersekolah dan diajar oleh seorang guru. Maka saat ini, untuk menjadi orang apapun, rasanya mustahil tanpa adanya seorang GURU.

Maka, semakin besar rasa banggaku menjadi seorang GURU, karena aku yakin, di antara murid-muridku nanti pasti akan menjadi orang besar seperti halnya Soekarno dan orang besar lainnya. Aku juga sadar, aku dapat menjadi seperti saat ini, juga karena guruku. Aku bangga dengan para guruku yang telah mengajariku hidup. Orang tuaku guru, temanku guru, kehidupanku guru, dan guru adalah hidupku. Aku guru, guru bagi keluargaku, guru bagi murid-muridku, guru bagi masyarakatku, guru bagi bangsaku, dan guru bagi diriku sendiri.

Terpujilah wahai engkau GURU.
Jasamu tiada batas terukur.

Komentar

Anonim mengatakan…
yupp.... guru memang pekerjaan yang mulia mas, ada kenikmatan tersendiri jika ditekuni.. aku juga pengen jadi guru yang baik kelak... semangat mas :)(yoyo)
Anonim mengatakan…
weeee....q yo bakal jadi guru kee....
mas, iiq tambah mbeling g???
Adike iiq cowok po cewek ??

(tante Lina)

Postingan populer dari blog ini

SOP (Standard Operation Procedure)